The Crying Stones (ngaco ver)

Dahulu kala, hiduplah seorang anak bernama Jeje. Dia adalah seorang yang hidup sebatang kara. Ayah dan Ibunya pergi ke kota untuk mencari nafkah. Oa selalu sendirian semasa hidupnya, spai suatu hari ia menemukan sebuah berlian biru dipinggir sungai. Ia berniat untuk mengambil berlian tersebut, namun tiba-tiba seekor serigala mengambil berlian tersebut. Jeje lari melarikan diri kala serigala tersebut mendesis ke arahnya. Ia tak melihat sebongkah batu besar si sepano, sehingga ia tersandung dan jatuh. Jeje tergelinding dari atas bukit, hingga ia jatuh di eropa. Ia meraaa linglung dan berkata "What is this dude." Jeje menganga. Ia tergeletak dengan baju yang robek sana sini di tengah jalan. Ia juga melihat genangan darah di sekitarnya. Saat Jeje mendongak, ia lihat seuah gedung besar dengan lumut menyelimuti temboknya, serta darah mengalir dari pintu Ia mencoba memabjat tembok tersebut, tapi tidak berhasil karena licin. Jeje kembali terjatuh, namun kini ia berada di dalam sebuah gedung besar, banyak batu yang terdiri atas berbagai ukuran. Salah satu batu menarik perhatiannya, itu berlian biru tadi! Dengan penuh rasa tertarik, Jeje berjalan menghampiri batu tersebut, mencoba untuk memegang batu berlian yang berat. Baru berlian itu dilapisi emas. Sangat indah dan menawan, pikirnya. Jeje menelisik patung itu bingung, batu yang bisa berbicara! Jeje tercengang di tempat. Badannya terasa kaku dan tak bisa bergerak. Aneh sekali Dengan suara berat patung itu berbicara, “Tolong ban mobil ku pecah, bisa panggilkan montir tidak? Mobilku ada di sebelah sana." Ia menunjuk ke Utara. Jeje menoleh, melihat sebuah mobil hitam dengan permukaan yang sudah karat. “Kamu pengen aku naik mobil karatan itu?” "Bodoh! Kan ku bilang panggilkan montir. Mobil itu tidak bisa bergerak!" ia menggerutu. Jeje meringis, “Oiya juga, tapi aku gatau montir di seiitar sini." Patung iru diam keheranan. Sebelah alisnya diangkat tinggi-tinggi. "Memangnya kamu darimana? Kok bisa masuk ke gedung tua ini?” ucapnya penuh tanya. Batu besar itu menunduk, mensejajarkan dirinya yang teramat tinggi dengan Jeje yang tingginya tak sampai setengah badannya. “Aku dari desa, aku juga gatau kenapa bisa disini, tadi aku jatuh, terus tiba tiba disini” jelas Jeje saat patung itu ssmakin mendekatkan diri ke arahnya. "Hmm, jadi kamu sudah hilang arah, ya?” Jeje mendelik, menjauhkan tubuhnya. “jangan deket-deket, bau” tangannya menyapu-nyalu di udara. Si patung mendecih, "Cih, padah aku baru saja mau memberi tau cara keluar dari sini” batu besar itu menjauh, bersandar pada tembok gedung di belakangnya. Jeje melotot, “eh maksdus bukan begituu, kamu itu bau wangi! iya!” satu alis patung itu terangkat. tiba-tiba berlian biru yang ada pada dada patung berbentuk seperti monyet tersebut bersinar. "Sial, ini silau sekali” Jeje menyipitkan matanya, juga kedua tangannya yang menutupi arah cahaya masuk ke matanya. Patung itu terkejut, segera ia berdoa. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya, bagaimana mungkin? Tuhan, apakah ini saatnya? “Heh batu, kenapa berlian monyet itu bercahaya? Ada apa?” Jeje melangkah mundur, matanya sakit terkena silau cahaya "TIDAK TAHU! TAPI SEPERTINYA AKU SUDAH MAU MATI! BAGAIMANA INI, KAMU HARUS MENOLONGKU" Patung itu berlarian panik. Tanah bergetar, Jeje kehilangan keseimbangan “KALO KAMU LARI BEGITU YANG ADA AKU MATI DULUAN” Jeje berteriak, melihatnya. Segera patung ini menarik Jeje dan membawanya untuk duduk di atas pundaknya. "Tidak mau tau, kamu harus carikan sebuah batu berlian kecil di hutan itu, supaya aku tetap bisa hidup” "Kamu ini tidak usah lebay begitu, bisa tidak?" ia merenggut kes.al. Pating itu berdiri, memindahkan Jeje pada atap gedung yang langsung mengarah kepada gunung tinggi. "Gunung itu adalah tempat lahirku, kamu pergi sana!" “Gimana caranya aku kesana? Aku gak bisa mendaki gunung, gunungnya tinggi sekali, kenapa gak kamu aja yang kesana? Ka itu yemam, siapa tau di sana kamu bisa bertemu teman-teman mu yang sudah lama menunggumu!” Jeje berdecak kesal. “Aku gak punya teman, aku selalu sendirian. Jadi walaupun aku pulang sekarang tidak akan ada yang peduli. Kalau kamu mati pasti temanmu sedih." Mata patung itu sayu. “Aku juga gak punya teman, kalo gaada teman kenapa susah susah mau hidup” Jeje melipat tangannya di depan "Tapikan kamu punya kehidupan! Tadi kamu sendiri yang psnik saat berlian itu bersinar, lihat! dia sudah redulp.” Jeje menunjuk berlian biru padaraga si patung. Mereka berdua terdiam, mungkun terhenyak. Tak sadar ada seseorang berambut biru dengan jubah putih serta pedang di tangannya terjatuh. Si rambut biru menatap mereka dengan nanar "Kakak-kakak ini siapa? Kenapa ka-” si rambut biru melongo kala melihat sebuah patung besar sedang mengangkat seeorang remaja yang usianya mungkin tak terpaut jauh darinya. "TUNGGU- KAMU PATUNG?;” Si rambut biru berteriak, segera berdiri dan berusaha berlari jauh, namun tak ada pintu keluar! Seluruh ruangan ini dikelilingi tembok. Entah sejak kapan, bahkan gunung tadi pun sudah tak terlihat “Heh batu, liat! Gunungnya ilang” Jeje menunjuk ke arah timur, patung pun terkejut Jadi aku terjebak di sini dengan mereka?! pikir si patung merasa sedih. “Ya Tuhan, aku tidak mau mati begini” si rambut biru terduduk dramatis, kedua tangannya terangkat sedikit. Jeje dengan kegilaannya melompat dari pundak patung bertinggi 5 meter, kita harus cari jalan keluar!” ucap Jeje heroik. Si rambut biru menoleh, “gimana caranya, gedungnya berbeda dengan yang tadi, sudah tidak ada jalan keluar." Jeje berpikir sejenak, "hey patung! kamu kan tinggi, gendong kita berdua ke atas sana” patung menyipitkan matanya, menatap manusia-manusia keick di bawah. "Kalian bodoh atau bagaimana? di atas sini kan tidak ada jalan keluar juga! Sudah tertutup! tidak ada jalan lagi!” “HUHUU” si rambut biru merengek kencang ia menjambak rambutnya, kemudian mulai berteriak kencang. "AKU MAU KELUARRR, AKU TIDAK MAU MATI, IBUUU TOLONG” si rambut biru meletakkan kedua tangannya di atas tanah, menangis sesenggukan. “Heh, kamu bawa oedang itu buat apa? Apakah ada pertempuran di luar sana? Hey tunggu, apakah mungkin dinding ini bisa kita oecahkan?” Jeje meraba-raba tembok di dekatnya, kemudian memukulnya dengan tinjunya. “tembok gedung ini sangat padat, tidak mungkin dihancurkan." sementara si patung dan jeje terus berpikir, si rambut biru mulai menggelosor ke tanah. “Aku tau aku banyak mencuri makanan di kedai kedai pasar, tapi aku gak perna bernuat jahat, aku gak mau mati disini ". "BODOH! MANUSIA BODOH! Ini bukannya waktu untuk meratap, coba gunakan otakmu!" ucap patung. Jeje ikut menggelosor di tanah, “Aku belom pernah mengalami ini sebelumnya, huahhh." "Tunggu, lantai ini, bagaimana dengan lantai? tunggu, ada lantai yang bolong disini!” Jeje menunduk, mengintip bolongan kecil di lantai. "MANA? MANA JALAN KELUAR ITU?" si rambut biru berteriak heboh. Pating menghampirinya dan melihat ke sana. “Heh batu! Coba pukul lantai ini! Cepet!” Jeje berteriak, menyuruh sang patung untuk menghantam lantai batu tersebut. “ pating mengangguk cepat dan segar melancarkan satu pukulan. Ajaib, lantai itu makin retak! “HUHU IBUU AKU BISA PULANGG” Satu tempeleng jeje berikan di kepala si rambut biru. "Coba pukul lagi! Lebih keras, patung! Mungkin kita bisa selamat. dari sini!” sekali lagi patung memukul lantai di bawahnya, namun lantai itu remuk dengan cepat, mereka terjatuh di atas dedaunan. Tempat apa ini? pikir ketiganya. Ada air terjun yang indah dan pepohonan yang lebat. Tempat disana terasa lebih tenang walau gedung tadi lebih sepi daripada dibhu hutan ini. Ada beberapa makhluk kecil yang melintas, asing, namun mereka tidak terlihat jahat. “IHHH ITU APA! GELI!” SI rambut biru memanjat kaki patung, merasa geli ketika lihat makhluk makhluk itu. Sontak, makhluk-makhluk kecil itu menoleh saat mendengar suara yang kelewat keras. Tatapan bingung mereka berikan, mereka saling menoleh satu sama lain. Jeje memukul lengan si rambut biru keras, namun ia juga ikut memanjat kaki patung ketika makhluk-makhluk kecil yang tampak seperti gabungan dari babi dan kelinci itu mendekatinya. “HEWAN APA ITU?? ANEH BANGET!” kali ini Jeje yang berteriak. “Kalian gak sopan” makhluk babi kelinck itu berbicara, bola matanya diputar. "Selamat datang di desa kami, desa baan. Kayanya kalian bukan makhluk dari sini? Pasti kalian dari atas, kan?" Salah seorang makhluk yang terlihat paling dewasa angkat bicara. mendengar kan makhluk-makhluk itu berbicara Jeje dan si rambut biru bertatap tatapan, “makhluknya aneh, kaya patung itu." si rambut biru mencibir. “Kamu diem aja deh, makhluk atas itu apa?” si patung angjat bucara. "Makhluk atas itu makhluk seperti kalian dsri dunia atas, nah kami penghuni desa Baaan hidup di bawah sini, baru pertama kali ya?” ketiganya mengabgguk. "Pantas saja, kami sudah sering kedatangan orang seperti kalian ysng tersembunyi di atas batu itu” makhluk lain menunjuk batu di atas mereka, batu yang tidak mereka sadari sebelumnya. Batu yang persis sama seperti yang dimiliki oleh si patung, batu berlian biru besar! “Huhuu, masa aku harus mati terus jadi makhluk-makhluk aneh ini?” si rambut biru kembali menangis. Makhluk-makhluk itu tertawa kecil, "kalian bisa kok kembali ke atas sana" si rambut biru menoleh, matanya membelalak penuh girang, “Gim-” “GIMANA CARANYA?” Jeje memotong kalimat si rambut biru. "Ada di depan sana, di air teejun itu. Kalian harus lompat ke sana." Ketiganya mendongak, melihat air terjun yang tingginya bahkan jauh daripada patung. “Meskipun aku ingin kembali, aku ingin kembali dalam keadaan hidup." nyawa mereka lebih berharga. “mereka lagi kasih kita tutorial matai gak sih?" si rambut biru mencabik kesal. " tapi kan kita ga tau cara lain, csatu satunya cara ya kita terjun darisana” si patung menjawab. “ys kalo kamu yang terjun oaling cuma luka luka, kalo aku ya g terjun bisa-bisa ilang nyawanya!" kesal, ia hanya ingin kembali ke tempat asalnya, kenapa harus dipersulit seperti ini. “Kalian gak usah khawatir, banyak orang yang tersesat kesini dan bisa balik lewat air terjun itu” si makhluk babi kelinci beriba kepada mereka yang terlihat ketakutan. "ya sudah, kita coba dulu” Jeje kembali melakukan aksi sok heroiknya, “coba mati?” si rambut biru menyela, "aku sih ogah." jeje kesal, bocah itu menyebalkan! “kalo kamu mau hidup disini terus ya sudah! Bye!” Jeje berjalan tinggalkan si rakbut biru bersama patung, si rakbut birupun ikut berlari di belakangnya. Jeje melompat ke dalam air tanpa ragu. BYARRR!!! Air dingin basahi sekujur tubuh Jeje “HEH BANGUN!!” Jeje membuka mata, melihat laki laki dengan rambut biru di depannya. Tunggu, itukan tetangganya? Jeje melirik sebuah ember kecil di tangan laki laki itu. “Kamu nyiram aku pake ember itu?" Alis si lelaki berambut biru naik sebelah, "ys iyalah, masa kamu nyebur ke kolam?” Jeje makin kebingungan, “Bukannya tadi aku terjun dari bukitke seungai?" Jeje bingung dan melihat sekitarnya. "Hah apasih? yang bener aja, di sini mana ada sungai! Udah sana kau mandi! Daritadi aku tungguin gak bangun-bangun!” si rambut biru mendecak kesal, meninggalkan jeje yang terduduk kebingungan.
The Crying Stones (ngaco ver)
1

Writers
chaenano
Publish Date
1/10/2023

0 Comment

Log in to add comment