Senja dan Kenangan
Di suatu sore yang cerah, aku duduk termenung di atap rumah. Aku berpikir, "Kira-kira, indomie rebus sama goreng enakan yang mana, ya?"
I shook my head in disappointment in myself. Ya, barusan aku berpikir tentang hal yang BODOH. Tentu saja lebih enak indomie rebus rasa ayam bawang! The classic one! Apalagi kalau ditambah oli motor.
Seperti di Shokugeki no Souma, anime masak-masakan favoritku. Oli motor menambahkan kedalaman pada broth indomie ayam babi, eh, bawang.
"Mas, lagi ngapain?" Terdengar suara dari belakang punggungku.
"J-Joko Anwar?! Kenapa kau berada di rumahku!?" teriakku kaget. "dan,,, bugil pula..." aku elihatnya dari atas ke bawah.
Pipiku merona bagai tomat. Joko Anwar terlihat begitu mempesona, apalagi dengan indomie ayam bawang oli motor yang menyeruak di hidungku. Ah, seakan-akan Joko Anwarlah sumber dari bau yang menggoda ini! pikirku dengan hasrat yang membuncah.
"Andi...," ujarnya malu-malu. "Ini aku masakkan kesukaan kamu. kata Joko Anwar sembari berpose yang meng-highlight figurnya yang seksi dibalut apron.
"Pakai bajumu, mas Joko,"cicitku. "Kamu terlalu indah untuk dipandang orang lain. Tabu rasanya!" ujarku malu-malu sembari mencuri pandang ke... bawah.
"tapi andi, sebenarnya aku memiliki satu rahasia" ujarnya kemudian.
"Apa itu?" Aku mengangkat sebelah alisku.
"Sebenarnya, aku bukan Joko Anwar. "
"H-hah? Jadi kamu siapa sebenarnya mas?" ujarku terkaget-kaget.
"Aku sebenarnya doppleganger dia. Namaku Joni Anwarisia Suprapto Raja pengadilan."
"Wah... aku pernah dengar kalau di dunia ini ada 7 manusia yang memiliki wajah yang sama, tapi ternyata benar adanya ya."
Ia mengangguk. Sebentar, sejak kapan Mas Joni ini berpakaian? Kenapa tiba-tiba pakaian maid ada di tubuhnya?
"Kenapa? Kamu suka?" Tanya Joko... ah, bukan, Joni Anwarisia.
"Lebih cantik jenglot peliharaan aku," ucapku terus terang.
Air mukanya kesal setelah itu.
"Ah... Andi-kun tidak mengerti perasaan onnanoko!" teriak Joni kesal. Ia ingin terlihat manis di hadapanku.
"Aku hanya jujur,"ucapku sembari menghisap rokok gudang gula di antara kedua jariku.
Ia mengerucutkan bibirnya. "Andi-kun tidak menghargai aku. Watasi Andikun daikirai!!"
"Lebih baik aku pergi dari sini..," paraunya. "..ke meikarta."
Ach garing!
"T-tidak begitu maksudku Joni-chan...! Kamu terlihat manis dengan appetizer indomi oli kamu!" seruku panik.
"Kau hanya melihat masakanku, bukan aku!" ia berlari sembari menangis terisak.
"Bukan begitu Joni-chan... dengarkan aku sampai habis." aku memegang pundaknya sebelum ia kabur jauh.
"Aku ingin berkata, bahwa kamu...." ia menamparku dengan keras sekali. "DASAR COWO BAJINGAN!"
"...kamu lebih manis jika tidak menggunakan apa-apa." Aku menahan tamparannya dan memasang wajah paling ganteng yang bisa aku buat.
"Ti-tidak, Andi....jangan bicara seperti itu. Cerita ini bakal diterbitkan di halaman utama. Jangan bikin malu!" hardik Joni.
"Oh yaudah ayo makan indomi." aku tersenyum tipis.
Kemudian, kami memakan indomi oli motor bersama sembari menatap senja yang tiada habisnya. Ya, di dunia ini, senja abadi. Matahari akan terus ada di posisi yang sama. Sebenarnya ini menimbulkan krisis ekosistem, di mana bumi akan terus menerus dalam suhu yang sama, yaitu suhu senja.
"Kapan dunia ini akan berakhir, Joni?" Tanyaku dalamkeheningan.
"... Entahlah, Andi." Joni menatap langit dengan tatapan kosong. SEBENARNYA IA TAK ADA, BUKAN?! begitu isi pikiranku tiba-tiba.
Joni imajiner, ia tak benar-benar ada. Ya, seharusnya aku sudah menyadari ini dari awal. Bagaimana bisa Joko, Joni Anwarina ada di rumahku? Dia adalah artis , bukan. Sutradara internasional!
Aku jadi ingat, dahulu aku sering menonton karya-karyanya. Itu yang buat Joni ada.
"...Apakah Joko Anwar sedang bersama kita sekarang?"
Pikiran Andi kembali ke realita. Ia disadarkan dengan kenyataan bahwa sebenarnya ia sedang bersama psikiater.
Tunggu, bukan itu pula realitanya!
"Andi-kun? Haloo?"
Ah! Andi tersentak kembali ke...realita? Andi menoleh ke sumber suara. Tiada apapun. Nihil, kosong. Hanya senja yang tak berhenti dan keheningan abadi.
Eh? Tidak! Ia menoleh kesamping dan ada Joni Anwarisa. Namun, bentuknya... tidak tetap. His face contorts. Seperti televisi rusak atau game yang sedang ngebug.
Sampai kapan...ia harus terjebak di sini?
Andi merasa dirinya semakin gila seiring waktu berjalan. ia merasakan detik-detik terus berlalu tanpa adanya kejelasan atas dunianya.
Air mata menetes dari pelupuknya. Tidak, ia ingin bangun! bangun!
bangun....
0
Senja dan Kenangan
0
Writers
Publish Date
12/24/2022
0 Comment
Log in to add comment