Alasan 'tuk Bertahan

"Mah... Hose cuma minta tambahan uang untuk kali ini aja. Hose belum gajian, tapi ibu kos udah nagih-nagih terus. Nanti juga Hose ganti, kan?" lirih saya memohon-mohon kepada ibu kandung saya itu. "Kamu yang milih buat kuliah di Undip, kok. Ya mamah gamau tanggung jawab, dong. Mamah kan sudah kasih kepercayaan ke kamu untuk ngerantau, ini pilihan kamu, kan?" Saya memutar bola mata saya, sudah berapa kali beliau membicarakan ini? "Mah, bisa gak jangan ungkit-ungkit masalah ini terus? Hosea cuma minta uang tambahan doang, Hose ganti juga. Apa masalahnya sih?" balas saya, dengan tenang yang saya paksakan. Saya heran dengan kelakuan beliau, selalu mengungkit kesalahan yang telah berlalu, bahkan dari 5 tahun yang lalu pun masih diingatnya. "Gak. Mamah gak mau. Kalau memang butuh banget, minta papahmu sana! Ribet banget." Ini pula, saya disuruh minta sama ayahanda saya yang super pelit, lebih baik saya nguras lautan daripada bercengkerama dengan beliau. "Ya, apa yang salah sama minta uang tambahan? Ini buat kepentingan anakmu lho, Mah. Oke kalau Mamah memang gak mau bantu Hose, terserah." Tanpa menunggu balasan dari beliau, saya matikan telepon sepihak. Saya jatuhkan diri saya di kursi taman belakang Fakultas Ekonomi Bisnis. Saya memikirkan percakapan 4 menit dengan ibunda saya sembari memijat pelipis kiri saya. Saya senderkan punggung lebar ini, menengadah ke langit, merenungkan hubungan tak sehat yang saya miliki dengan kedua orang tua saya. Saya coba mengalihkan pikiran saya dengan menengok ke seluruh pandangan yang masuk jangkauan saya. Anehnya, saya melihat ada kepala mungil menongol dari belakang semak-semak, walaupun terlihat sangat mencurigakan, namun saya berusaha berpikir positif, mungkin saja orang itu sedang menyembunyikan diri dari orang lain, simpelnya petak umpet? Entahlah. Saya tidak punya waktu untuk mengkhawatirkannya. Saya menghela nafas lelah, apa yang harus saya katakan pada ibu kos sepulang kuliah? Ibu kos sudah memperingatkan saya berkali-kali, jawaban yang bisa saya berikan hanya 'belum gajian, nanti kalau sudah gajian saya langsung bayar kok' Template yang selalu saya gunakan. Memang, bos saya itu tidak pernah memberi kejelasan tentang gaji yang selalu saja di-delay itu. Sepertinya saya harus mendatangi beliau secara langsung dan protes. Dengan kondisi kepala menghadap langit, saya pejamkan mata saya perlahan, mencoba menyingkirkan pikiran berisik saya. 1 menit... 2 menit... 3 menit... "DUARRR MAMANG RACING," saya reflek membuka mata, mengelus dada saya perlahan, jantungan. "Kaget yah? Hehe, maaf. Lagian, di sini sendirian aja, mana kelihatan kayak orang tekanan batin habis praktikum. Mending ngobrol sama aku." "Gak sopan ya, Kar, sama katingmu ini." Sekar menyibak rambut panjangnya, seolah tak peduli dengan apa yang baru saya katakan. Ia langsung duduk tepat di samping saya, mulai menanyakan satu persatu keingin tahuannya. "Kakak ruok, kah? Sebenernya tadi aku sembunyi di situ. Terus, aku liat Kakak terlihat sangat tertekan, beneran kayak habis praktikum terus dihantam ribuan revisi." Saya terkekeh pelan, tutur kata gadis ini memang tak pernah bisa saya tebak. "Stop mention praktikum, Kar. Trauma saya." Si jelita itu menutup mulutnya dengan telapak tangannya, seolah kaget. "Eh Kakak, maaf aku membuat PTSD Kakak kumat...." Entah bercanda maupun serius, tapi ia benar-benar terlihat merasa bersalah dengan apa yang baru ia ucapkan tadi. "Bocah, serius amat. Kamu beda ya, biasanya gak seiseng ini." Sekar cengengesan, memainkan lengan bajunya. "Aku ketularan temen aku, besok paling balik lagi ke setelan pabrik. Kakak emangnya kenapa? Kalau boleh tahu, kakak bisa kok cerita ke aku. Aku akan berusaha jadi psikolog pribadi Kakak." Kelakuannya ini memang buat saya geleng-geleng kepala. "Enggak usah, gapapa kok," saya bangkit berdiri sambil meregangkan leher saya. "Ini aja saya mau pulang. Kamu kok belum pulang? Cewek cantik pulangnya gak boleh malem-malem, lho." Saya lancang mengucapkannya, saya mencoba menarik kembali ucapan saya, namun waktu tidak bisa diputar kembali. "Maksud Kakak, aku cantik kaahh..???? Boong dosa tahu, Kak. Au ah, males. Kakak pembohong, gak usah aku temenin." Sekar melipat tangannya di depan dada, membuang muka ke belakang. Aduh, ngambek pula anaknya. Gimana, ya... "Kamu belum pulang kenapa, Kar? Rapat organsi*organisasi* lagi?" Ya, sebagai anak organisasi, pasti sibuk dengan rapat dan event-event, kan? "Iya, kebetulan habis rapat, hehe. Ini aku mau pesen Grab buat pulang." "Sama saya aja gapapa, kok. Kebetulan saya juga mau balik ke kos-an juga, jadi bareng aja, siapa tahu kosan kita searah." Saya menoleh ke belakang, tersenyum ke arahnya. "Gapapa kah, Kak? Emangnya gak ngerepotin... Kosan saya jauh lho, Kak. Nanti motor kakak mogok tengah jalan Sekar gak tanggung jawab lho, ya." Sekar mencoba memperingatkan saya. Huh, gak tahu aja dia. Lautan kolsom pun saya sebrangi buat Sekar. "Emangnya di mana, toh?" tanya saya menengok ke mukanya yang polos. "Di deket Mako yang baru itu loh, Kak. Tahu?" Sekar memberi ancer-ancer kosnya berada. Ternyata tidak begitu jauh dari kampus, ya mana ada anak kuliahan yang kosnya jauh dari kampus? Bisa-bisa telat mereka. "Alah, searah kok kita. Udah yuk, bareng saya aja. Daripada repot-repot bayar. Grab sekarang mahal, Dek." Kami berdua berjalan mengitari sekitaran fakultas sampai parkiran tempat motor saya berada. Ini pertama kalinya saya membonceng seorang perempuan, biasanya Nando atau mentok-mentok Arya kalau lagi kere. "Edan. Cakep banget motornya, Kak." Saya garuk punggung kepala saya, sebenarnya ini motor bekas paman saya yang kondisinya masih layak pakai, beliau sudah tidak menginginkannya, jadi daripada mubazir akhirnya diberikan ke saya yang pada saat itu kebetulan membutuhkan motor untuk pulang-pergi sekolah." *pulang-pergi kuliah* "Ini kalau gak salah CBR, ya? Jadi ingat sama guruku pas SMP. Blio pake CBR juga." Memang ada-ada saja kelakuan bocah satu ini. Matahari sudah mulai tenggelam, tidak ingin memperpanjang waktu, k*segera saya pasangkan helm yang baru saya ambil dari jok motor saya kepada Sekar, lalu mempersilahkannya naik ke boncongan saya. "Pegangan jaket saya. Saya agak ngebut." Gadis itu langsung nurut, ia genggam erat jaket yang saya pakai, tak lama, langsung saya tancap gas, melaju keluar dari area kampus ke kos-kosan milik Sekar. Sudah sampai di depan gang, tiba-tiba Sekar menyuruh saya berhenti di sini saja. Memang sudah tak asing, bila dibonceng, titik berhenti tidak usah jauh-jauh ke dalam. Walau, saya tidak keberatan untuk mengantarkannya sampai ke kos-kosannya. "Makasih ya, Kak. Repot-repot nganter aku. Hati-hati di jalan n stay strong yah, Kak!" Sekar berlari meninggalkan saya sambil melambaikan tangan. Saya tersenyum lebar sambil melambaikan tangan saya balik. Sialan, bensin saya beneran habis. Se []
Alasan 'tuk Bertahan
0

Writers
bintang hijauGulingMyHusbando
Publish Date
12/7/2024

0 Comment

Log in to add comment